Makalah Tentang
Perilaku Menyimpang
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anonymous menulis “Ada seorang Ibu yang tinggal di Jakarta bercerita bahwa sejak maraknya kasus tawuran pelajar di Jakarta, Beliau mengambil inisiatif untuk mengantar dan menjemput anaknya yang sudah SMU, sebuah kebiasaan yang belum pernah Beliau lakukan sebelumnya. Bagaimana tidak ngeri, kalau pelajar yang tidak ikut-ikutan pun ikut diserang”, (ekaprana htt://www.jurnalbogor.com: 2008).
Mengapa para pelajar itu begitu sering tawuran, seakan-akan mereka sudah tidak memiliki akal sehat, dan tidak bisa berpikir mana yang berguna dan mana yang tidak ? Mengapa pula para pelajar banyak yang terlibat narkoba dan seks bebas, dan hal lainnya yang menyimpang? Apa yang salah dari semua ini?
Adalah sulit untuk menentukan suatu penyimpangan karena tidak semua orang menganut norma yang sama sehingga ada perbedaan mengenai apa yang menyimpang dan tidak menyimpang. Orang yang dianggap menyimpang berarti melakukan perilaku menyimpang. Tetapi perilaku menyimpang bukanlah kondisi yang perlu untuk menjadi seorang penyimpang. Penyimpang adalah orang-orang yang mengadopsi peran penyimpang, atau yang disebut penyimpangan sekunder.
Istilah pelajar dalam makalah ini adalah mereka yang menurut Kartini Kartono, berusia antara 12 – 21 tahun. Pelajar akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut : masa pra-pubertas (12 – 13 tahun), masa pubertas (14 – 16 tahun), masa akhir pubertas. (17 – 18 tahun). (2007:27). Dan perilaku menyimpang pelajar adalahkenakalan pelajar yang biasanya dilakukan oleh pelajar-pelajar yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya.(Jokie M.S. Siahaan http://www.blogspot.com/2008). Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Kenakalan pelajar dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalamperilaku menyimpang.
Dalam perspektif sosiologi perilaku menyimpang pelajar terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku pelajar yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang, atau telah terjadi kenakalan pelajar.
Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku mengapa seorang pelajar melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988 : 26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi dan adanya kesempatan tertentu, tetapi terkadang pada kebanyakan orang tidak menjadi berwujud penyimpangan.
Dasar pengakategorian penyimpangan didasari oleh perbedaan perilaku, kondisi dan individu. Penyimpangan dapat didefinisikan secara statistik, absolut, reaktifis, dan normatif. Perbedaan yang menonjol dari keempat sudut pandang pendefinisian itu adalah pendefinisian oleh para reaktifis, dan normatif yang membedakannya dari kedua sudut pandang lainnya.( Jokie M.S. Siahaan: blogspot.com:2008).
Penyimpangan secara normatif didefinisikan sebagai penyimpangan terhadap norma, di mana penyimpangan itu adalah terlarang bila diketahui dan mendapat sanksi. Jumlah dan macam penyimpangan dalam masyarakat adalah relatif tergantung dari besarnya perbedaan Penyimpangan adalah relatif terhadap norma suatu kelompok atau masyarakat. Karena norma berubah maka penyimpangan berubah.
Penyimpangan biasanya dilihat dari perspektif orang yang bukan penyimpang. Pengertian yang penuh terhadap penyimpangan membutuhkan pengertian tentang penyimpangan bagi penyimpang. Untuk menghargai penyimpangan adalah dengan cara memahami, bukan menyetujui apa yang dipahami oleh penyimpang. Cara-cara para penyimpang menghadapi penolakan atau stigma dari orang non penyimpang disebut dengan teknik pengaturan. Tidak satu teknik pun yang menjamin bahwa penyimpang dapat hidup di dunia yang menolaknya, Teknik-teknik yang digunakan oleh penyimpang adalah kerahasiaan, manipulasi aspek lingkungan fisik, rasionalisasi, partisipasi dalam subkebudayaan menyimpang dan berubah menjadi tidak menyimpang.
Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap oleh setiap pelajar. Karena itulah dalam membahas perilaku penyimpangan pelajar, penulis menitikberatkan pada pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya para pelajar yang mengalami gejala disorganisasi sosial dalam keluarga misalnya, maka norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilakunya.
2. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penulisan ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor pendorong timbulnya perilaku penyimpangan yang dilakukan para pelajar.
2. Untuk mengetahui hubungan antara perilaku menyimpang pelajar dengan disorganisasi sosial.
Selanjutnya dalam pembahasan ini, istilah perilaku menyimpang diidentikkan dengankenakalan.
BAB II
PEMBAHASAN
PERILAKU MENYIMPANG PELAJAR
1. Faktor-Faktor Pendorong
Pada dasarnya perilaku menyimpang atau kenakalan pelajar adalah hal-hal yang dilakukan oleh pelajar sebagai individu dan yang tidak sesuai dengan norma-norma hidup yang belaku di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono (1988 : 93) mengatakan pelajar yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan dianggap terjadi hal yang menyimpang atau “kenakalan”.
Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985 : 73). pernah membahas tentang normal tidaknya perilaku menyimpang atau perilaku kenakalan, dijelaskan bahwa dalam pemikiran perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal atau jahat yaitu perilaku yang disengaja sehingga menimbulkan keresahan pada masyarakat.
Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan pelajar digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.
Kenakalan pelajar dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, seperti :
a. Kawan Sepermainan
Di kalangan pelajar, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si pelajar saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu . Namun jika si anak akan mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka pelajar kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, orangtua para pelajar hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
b. Pendidikan
Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak. Ketika anak memasuki usia sekolah terutama perguruan tinggi, orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
c. Penggunaan Waktu Luang
Kegiatan di masa pelajar sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si pelajar akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si pelajar melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu.
Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para pelajar untuk menarik perhatian lingkungannya. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si pelajar, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus.
Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan pelajar, ada baiknya pula orangtua ikut memikirkannya pula. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki pelajar dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara dari hati ke hati.
d. Uang Saku
Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Pelajar atau anak hendaknya dididik agar dapat menghargai nilai uang. Pemberian uang saku kepada pelajar memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:
1. Anak menjadi boros
2. Anak tidak menghargai uang, dan
3. Anak malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun
uang gampang didapat.
e. Perilaku Seksual
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para pelajar dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para pelajar saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa pelajar. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan pelajar kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar.
Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak pelajar yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai dengan agama dan aturan yang berlaku.
2. Hubungan Perilaku Menyimpang Pelajar dengan Disorganisasi Sosial.
Perilaku pelajar sebagai individu yang dianggap menyimpang dan merupakan sebagai masalah sosial, pada dasarnya bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Hal ini dapat dilihat bahwa pada umumnya para pelajar yang mengalami gejala disorganisasi sosial seperti masalah dalam keluarga, ,maka norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilakunya.
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menilai ada tidaknya hubungan antara perilaku menyimpang atau kenakalan pelajar dengan disorganisasi sosial, terutama masalah dalam keluarga, (Masngudin HMS : wordpress.com/2008), yaitu :
a. Hubungan dengan sikap orang tua dalam pendidikan
Salah satu sebab kenakalan yang disebutkan pada kerangka konsep di atas adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya otoriter, dan tidak memperhatikan sama sekali pendidikan anaknya, sering melakukan kenakalan khusus, ternyata peranan keluarga dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak.
b. Hubungan dengan pekerjaan orang tua
Untuk mengetahui apakah perilaku menyimpang atau kenakalan juga ada hubungannya dengan pekerjaan orangtuanya, artinya tingkat pemenuhan kebutuhan hidup. Karena pekerjaan orangtua dapat dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini perlu diketahui karena dalam keseharian orang tua terkadang tidak mampu dan melalaikan tugas sosial keluarga, karena kesibukannya dalam pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
c. Hubungan dengan keutuhan keluarga
Secara teoritis keutuhan keluarga dapat berpengaruh terhadap kenakalan pelajar. Artinya banyak terdapat anak-anak pelajar yang nakal datang dari keluarga yang tidak utuh, baik dilihat dari struktur keluarga maupun dalam interaksinya di keluarga, namun ketidakutuhan struktur keluarga bukan jaminan bagi anaknya untuk melakukan kenakalan.
Namun jika dilihat dari keutuhan dalam interaksi, terlihat jelas bahwa yang melakukan kenakalan khusus berasal dari keluarga yang interaksinya kurang dan tidak serasi. Jadi ketidak berfungsian keluarga untuk menciptakan keserasian dalam interaksi mempunyai kecenderungan anak pelajarnya melakukan kenakalan. Artinya semakin tidak serasi hubungan atau interaksi dalam keluarga tersebut tingkat kenakalan yang dilakukan semakin berat, yaitu pada kenakalan khusus. seperti hubungan seks di luar nikah, menyalahgunakan narkotika, kasus pembunuhan, pemerkosaan, kumpul kebo, serta menggugurkan kandungan.
d. Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau tidak mau harus berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Adapun yang diharapkan dari hubungan tersebut adalah serasi, karena keserasian akan menciptakan kenyamanan dan ketenteraman. Apabila hal itu dapat diciptakan, yaitu menerapkan proses sosialisasi yang baik bagi anak-anaknya, dengan tetangga atau lingkungan sosialnya, maka kecenderungan anaknya melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat yaitu kenakalan khusus, akan terhindarkan.
e. Hubungan dengan kehidupan beragama keluarga
Kehidupan beragama keluarga juga merupakan salah satu ukuran untuk melihat hubungan perilaku penyimpangan pelajar dengan disorganisasi sosial dalam keluarga. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara teoritis bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka anak-anaknyapun akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama.
Dengan demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi keluarga sangat berhubungan dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini berarti bahwa bagi keluarga yang taat menjalankan kewajiban agamanya kecil kemungkinan perilaku anaknya menyimpang, baik kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan maupun kenakalan khusus, demikian juga sebaliknya.
Menurut teori Durkheim kenakalan pelajar disebabkan ketidak berfungsian sebuah organisasi yang dalam hal ini adalah organisasi keluarga, untuk itu solusi yang diambil yaitu memfungsikan kembali organisasi itu atau keluarga untuk mencegah tingkat kenakalan pelajar tersebut. (Soerjono Soekanto, 2007:324). Dan pada dasarnya keluarga memang adalah organisasi pertama sebagai pembentuk watak dan kepribadian anak atau pelajar, jadi keberfungsian keluarga sangat menentukan masa depannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa perilaku menyimpang pelajar adalah kenakalan pelajar yang biasanya dilakukan oleh pelajar-pelajar yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya, Penyimpangan biasanya dilihat dari perspektif orang yang bukan penyimpang. Untuk menghargai penyimpangan adalah dengan cara memahami, bukan menyetujui apa yang dipahami oleh penyimpang.
Kenakalan pelajar dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara lain; adanya pengaruh kawan sepermainan, kegagalan dalam pendidikan, banyaknya waktu luang, pemberian uang saku yang berlebihan, dan pergaulan sex bebas. Pelajar yang demikian, besar kemungkinan untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari adanya disorganiasi sosial dalam keluarga yang dialami oleh pelajar, maka akan melakukan perilaku menyimpang atau kenakalan pada tingkat tertentu. Sebaliknya bagi keluarga yang harmonis dan utuh maka kemungkinan anak-anaknya melakukan perilaku menyimpang sangat kecil, apalagi kenakalan khusus.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka untuk memperkecil tingkat perilaku menyimpang pelajar, maka perlu kiranya orangtua menjaga dan mempertahankan keutuhan keluarga dengan mengoftimalkan fungsi sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan lingkungannya, pengenalan agama lebih dini dan mengamalkannya di kehidupan sehari-hari.
0 comments:
Post a Comment